AREMANIA NONGKOJAJAR-AREMANIA NONGKOJAJAR-AREMANIA NONGKOJAJAR

Selasa, 02 Oktober 2012

Asal Mula Perseteruan Arema vs Bonek

Post by fajar_vikerz on Thu 16 Feb 2012 - 21:51
Berdirinya Armada 86 hingga berevolusi
menjadi PS Arema pada tahun 1987
membuat konflik semakin memanas. Dalam
kompetisi Perserikatan, Persema dan
Persebaya sudah memanaskan suhu
konflik antar-suporter di Jawa Timur. Dengan hadirnya Arema yang mengikuti
kompetisi Galatama, suhu itu kian memanas
dengan rivalitas Arema dan Niac Mitra
Surabaya. Semifinal Galatama tahun 1992
yang mempertandingkan PS Arema
Malang melawan PS Semen Padang di stadion Tambaksari Surabaya
menghadirkan awalan baru sejarah konflik
Aremania-Bonek. Arek Malang (saat itu
belum bernama Aremania) membuat ulah
di Stasiun Gubeng pasca kekalahan Arema
Malang dari Semen Padang. Kapolda Jatim saat itu akhirnya mengangkut mereka
dalam 6 gerbong kereta api untuk
menghindari kerusuhan dengan Bonek.
Kejadian di Stasiun Gubeng itu membuat
panas Bonek yang ada di Surabaya.
Tindakan balasan mereka lakukan dengan mencegat dan menyerang rombongan
Aremania pada akhir tahun 1993 saat akan
melawat ke Gresik. Peristiwa ini dibalas oleh
Aremania pada tahun 1996 dengan
melakukan lawatan ke Stadion Tambaksari
dengan pengawalan ketat DANDIM. Keberanian Aremania untuk hadir di
Stadion Tambaksari kala pertandingan
Persebaya melawan Arema saat itu telah
membuat Bonek tidak bisa berbuat apa-
apa dan harus menahan amarah mereka
dengan cara menghina Aremania lewat kata-kata saja. Hal ini karena pertandingan
tersebut disaksikan oleh para petinggi PSSI
dan gubernur Jawa Timur saat itu, serta
pengawalan ketat DANDIM kota Malang
terhadap Aremania. Bagi Aremania, hal ini
sudah sangat mempermalukan Bonek dengan datang langsung ke jantung
pertahanan lawan sembari menunjukkan
kesantunan Aremania dalam mendukung
tim kesayangan. Semenjak itulah tidak ada
kata damai dari Bonek kepada Aremania,
dan Aremania sendiri juga menyatakan siap untuk melayani Bonek dengan kekerasan
sekalipun. Kejadian ini dibalas oleh Bonek di
Jakarta pada tahun 1998. Tanggal 2 Mei
1998 dimana Aremania akan hadir dalam
pertandingan Persikab Bandung vs Arema
Malang, Aremania yang baru turun dari kereta di Stasiun Jakarta Pasarsenen
diserang oleh puluhan Bonek. Ketika itu
rombongan Aremania yang berjumlah
puluhan orang menaiki bus AC yang sudah
disiapkan oleh Korwil Aremania Batavia. Di
tengah jalan, belum jauh dari Stasiun Pasar Senen tiba-tiba bus yang ditumpangi
Aremania dihujani batuan oleh Bonek.
Untuk menghindari jatuhnya korban,
rombongan Aremania langsung turun dari
bus untuk melawan Bonek yang
menyerang mereka. Bahkan Aremania sampai mengejar-ngejar Bonek yang ada di
Stasiun Pasarsenen. Tindakan Aremania ini
mendapat applaus dari warga setempat,
sehingga Bonek harus mundur
meninggalkan area Stasiun Pasarsenen.
Kondisi rivalitas yang begitu panas antara Aremania dan Bonek membuat keduanya
menandatangi nota kesepakatan bahwa
masing-masing kelompok suporter tidak
akan hadir ke kandang lawan dalam laga
yang mempertemukan Arema dan
Persebaya. Nota kesepakatan yang ditandatangani oleh Kapolda Jatim
bersama kedua pemimpin kelompok
suporter tersebut ditandatangani di Kantor
Kepolisian Daerah Jawa Timur pada tahun
1999. Semenjak tahun 1999, maka kedua
elemen suporter ini tidak pernah saling tandang dalam pertandingan yang
mempertemukan kedua klub kesayangan
masing-masing. Tetapi nota kesepakatan itu
tidak mampu meredam konflik keduanya.
Tragedi Sidoarjo yang terjadi pada bulan
Mei 2001 menunjukkan masih adanya permusuhan kedua elemen ini. Kala itu
pertandingan antara tuan rumah Gelora
Putra Delta (GPD) Sidoarjo melawan
Arema Malang di Stadion Delta Sidoarjo
dalam lanjutan Liga Indonesia VII. Karena
dekatnya jarak Surabaya-Sidoarjo membuat sejumlah Bonek hadir dalam
pertandingan tersebut. Menjelang pertandingan dimulai, batu-batu
berterbangan dari luar stadion menyerang
tribun yang diduduki oleh Aremania. Kondisi
ini membuat Arema meminta kepada
panpel untuk mengamankan wilayah luar
stadion. Karena lemparan batu belum berhenti membuat Aremania turun ke
lapangan, sementara di luar stadion justru
terjadi gesekan antara Bonek dengan
aparat. Turunnya Aremania ke lapangan
pertandingan membuat pertandingan
dibatalkan. Terdesaknya aparat keamanan yang kewalahan menghadapi Bonek
membuat Aremania membantu aparat
dengan memberikan lemparan balasan ke
arah Bonek. Aremania pun harus
dievakuasi keluar stadion dengan truk-truk
dari kepolisian. Kejadian rusuh yang berkaitan antara Aremania dengan Bonek
masih berlanjut pada tahun 2006.
Kekalahan Persebaya Surabaya atas
Arema Malang di stadion Kanjuruhan dalam
laga first leg Copa Indonesia membuat
kecewa Bonek di Surabaya. Seminggu kemudian, kegagalan Persebaya Surabaya
mengalahkan Arema Malang di stadion
Gelora 10 November Tambaksari Surabaya
membuat Bonek mengamuk. Laga yang
berkesudahan 0-0 ini harus dihentikan
pada menit ke-83 karena Bonek kecewa dengan kekalahan Persebaya dari Arema
Malang. Kekecewaan ini mereka
lampiaskan dengan merusak infrastruktur
stadion, memecahi kaca stadion, dan
merusak beberapa mobil dan kendaraan
bermotor lain yang ada di luar stadion. ANTV yang menayangkan pertandingan
tersebut meliputnya secara vulgar, bahkan
berkali-kali menunjukkan gambar rekaman
mengenai mobil ANTV yang dirusak oleh
Bonek. Aremania menyikapi hal ini dengan
menyerahkannya secara total kepada pihak berwajib dan PSSI. Rivalitas
keduanya tidak hanya hadir lewat
kerusuhan dan peperangan, tetapi juga
dengan nyanyian-nyanyian saat
mendukung tim kesayangannya.
Bonekmania, di kala pertandingan Persebaya melawan tim manapun, pasti
akan menyanyikan lagu-lagu yang
menghina Arema dan Aremania. Lagu-lagu
yang menyebutkan Arewaria, Arema Banci,
Singo-ne dadi Kucing, dan beberapa lagu
lain kerap mereka nyanyikan di Stadion Gelora 10 November Tambaksari
Surabaya. Hal yang sama juga dilakukan
oleh Aremania, dimana lagu-lagu anti-
Bonek juga mereka kumandangkan kala
Arema menghadapi tim lain di Stadion
Kanjuruhan. Bahkan persitiwa terbaru adalah tersiarnya kabar mengenai
dikepruknya mobil ber-plat N ketika malam
tahun baru di Surabaya oleh pemuda
berkaos hijau (oknum Bonek?) Atmosfir Malang – Surabaya Seperti yang ditulis oleh Feek Colombijn
dalam View from The Periphery: Football in
Indonesia, dimana ia menyebut bahwa
dinamika suporter di Indonesia sangat
dipengaruhi oleh kebudayaan Jawa. Kultur
Jawa yang mengutamakan keselarasan dalam harga diri, dimana penolakan yang
amat sangat terhadap hal yang bisa
mempermalukan diri sendiri, menjadi faktor
utama konflik antar suporter di Indonesia.
Kultur Jawa yang menghindar dari konflik
dan tidak mau dipermalukan menjadi semacam dari anti-thesis dari sepakbola
yang harus siap sedia untuk dipermalukan.
Tetapi kultur Jawa pula yang memicu reaksi
apabila penghinaan itu terjadi di depan
umum dan sangat memalukan, maka
ekspresi kemarahan dan anarkisme yang muncul untuk menjaga wibawa dan harga
diri. Kondisi ini yang memicu atmosfir panas
Malang–Surabaya. Geng pemuda asal
Malang yang dibantai oleh Bonek di tahun
1967 memicu perasaan dendam dari Arek
Malang. Belum lagi persoalan rivalitas “number one”, dimana dalam level propinsi
posisi Malang masih dibawah Surabaya.
Sifat tidak terima Arek Malang menjadi
nomor dua dibawah Arek Suroboyo ini
membuat keduanya susah berjabat tangan.
Persaingan atas dasar pride ini berlanjut pasca melorotnya prestasi Persema
Malang, dimana Arema mengambil alih
posisi rivalitas Malang-Surabaya tersebut.
Pergulatan harga diri ini terlihat jelas ketika
Aji Santoso pindah dari Arema ke
Persebaya, akhirnya Aji Santoso pun dianggap pengkhianat oleh Aremania.
Ketika Aji Santoso ingin kembali ke Malang,
ia pun harus melalui begitu banyak tim
sebelum akhirnya mengakhiri karirnya
bersama Arema Malang. Ahmad Junaedi
pun menjadi korban rivalitas Aremania- Bonek. Ketika Ahmad Junaedi sudah
menjadi bintang sepakbola nasional dan
dibeli Surabaya, maka ketika Persebaya
menawarkan Ahmad Junaedi untuk
kembali ke Arema pun ditolak oleh
Aremania. Akhirnya Arema pun lebih memilih untuk mengasah bakat Johan
Prasetyo daripada memakai tenaga Ahmad
Junaedi . Dalam hal simbol pun tantangan
kepada Bonek juga dikumandangkan.
Dengan pemilihan simbol singa
menunjukkan bahwa di belantara Jawa Timur Arema ingin menjadi nomor satu,
diatas Ikan Sura dan Buaya. Arema
menjadi identitas resistensi daerah terhadap
pusat (Surabaya) , dimana melalui dialek
jawa timur dengan tatanan huruf yang
dibalik pada osob kiwalan khas Malang seolah menunjukkan bahwa Arema
menjadi identitas kultural masyarakat
Malang. Selain itu Arema juga merupakan
pemersatu warga kota Malang yang
sebelumnya terpecah pada beberapa
desa/wilayah/daerah. Arek Malang selalu berusaha membedakan dirinya dengan
arek Suroboyo. Ketika arek Suroboyo itu
bondho nekad, maka arek Malang itu
bondho duwit. Ketika Bonek itu suka
membuat kerusuhan, maka Aremania ingin
menyebarkan virus perdamaian. Konflik identitas juga menjadi lahan rivalitas kedua
kubu suporter besar Jawa Timur ini
ASAL USUL SEJARAH AREMA INDONESIA
Nama Arema Pada Masa Kerajaan
Nama Arema adalah legenda Malang.
Adalah Kidung Harsawijaya yang pertama kali mencatat nama tersebut,
yaitu kisah tentang Patih Kebo Arema di kala Singosari diperintah Raja Kertanegara.
Prestasi Kebo Arema gilang gemilang.
Ia mematahkan pemberontakan Kelana Bhayangkara seperti ditulis dalam Kidung Panji Wijayakrama hingga seluruh pemberontak hancur seperti daun dimakan ulat.
Demikian pula pemberontakan Cayaraja seperti ditulis kitab Negarakretagama.
Kebo Arema pula yang menjadi penyangga politik ekspansif Kertanegara.
Bersama Mahisa Anengah, Kebo Arema menaklukkan Kerajaan Pamalayu yang berpusat di Jambi.
Kemudian bisa menguasai Selat Malaka.
Sejarah heroik Kebo Arema memang tenggelam.
Buku-buku sejarah hanya mencatat Kertanegara sebagai raja terbesar Singosari, yang pusat pemerintahannya dekat Kota Malang.

Nama Arema Di dekade 80'an
Sampai akhirnya pada dekade 1980-an muncul kembali nama Arema.
Tidak tahu persis, apakah nama itu menapak tilas dari kebesaran Kebo Arema.
Yang pasti, Arema merupakan penunjuk sebuah komunitas asal Malang.
Arema adalah akronim dari Arek Malang.
Arema kemudian menjelma menjadi semacam "subkultur" dengan identitas, simbol dan karakter bagi masyarakat Malang.
Diyakini, Arek Malang membangun reputasi dan eksistensinya di antaranya melalui musik rock dan olahraga.
Selain tinju, sepak bola adalah olahraga yang menjadi jalan bagi arek malang menunjukkan reputasinya.
Sehingga kelahiran tim sepak bola Arema adalah sebuah keniscayaan.

ASAL USUL BERDIRINYA AREMA
(Arema Football Club/Persatuan Sepak Bola Arema nama resminya)
lahir pada tanggal 11 Agustus 1987, dengan semangat mengembangkan persepak bolaan di Malang.
Pada masa itu, tim asal Malang lainnya Persema Malang bagai sebuah magnet bagi arek Malang.
Stadion Gajayana –home base klub pemerintah itu– selalu disesaki penonton.
Dimana posisi Arema waktu itu?
Yang pasti, klub itu belum mengejawantah sebagai sebuah komunitas sepak bola.
Ia masih jadi sebuah “utopia”.

Adalah Acub Zaenal mantan Gubernur Irian Jaya ke-3 dan mantan pengurus PSSI periode 80-an yang kali pertama punya andil menelurkan pemikiran membentuk klub Galatama di kota Malang setelah sebelumnya membangun klub Perkesa 78.
Jasa “Sang Jenderal” tidak terlepas dari peran Ovan Tobing, humas Persema saat itu.
“Saya masih ingat, waktu itu Pak Acub Zainal saya undang ke Stadion Gajayana ketika Persema lawan Perseden Denpasar,” ujar Ovan.
Melihat penonon membludak, Acub yang kala itu menjadi Administratur Galatama lantas mencetuskan keinginan mendirikan klub galatama.
“You bikin saja (klub) Galatama di Malang,” kata Ovan menirukan ucapan Acub.

Beberapa hari setelah itu,
Ir Lucky Acub Zaenal –putra Mayjen TNI (purn) Acub Zaenal–
mendatangi Ovan di rumahnya, Jl. Gajahmada 15. Ia diantar Dice Dirgantara yang sebelumnya sudah kenal dengan dirinya.
“Waktu itu Lucky masih suka tinju dan otomotif,” katanya.
Dari pembicaraan itu, Ovan menegaskan kalau dirinya tidak punya dana untuk membentuk klub galatama.
“Saya hanya punya pemain,” ujarnya.
Maka dipertemukanlah Lucky dengan Dirk “Derek” Sutrisno (Alm), pendiri klub Armada ‘86.

Berkat hubungan baik antara Dirk dengan wartawan olahraga di Malang, khususnya sepakbola,
maka SIWO PWI Malang mengadakan seminar sehari untuk melihat
"sudah saatnyakah Kota Malang memiliki klub Galatama?"
Drs. Heruyogi sebagai Ketua SIWO dan Drs. Bambang Bes (Sekretaris SIWO) menggelar seminar itu di Balai Wartawan Jl. Raya Langsep Kota Malang.
Temanya
"Klub Galatama dan Kota Malang",
dengan nara sumber al; Bp. Acub Zainal (Administratur Galatama),
dari Pengda PSSI Jatim, Komda PSSI Kota Malang, Dr. Ubud Salim, MA.
Acara itu dibuka Bp Walikota Tom Uripan (Alm).
Hasil atau rekomendasi yang didapatkan dari seminar:
Kota Malang dinilai sudah layak memiliki sebuah klub Galatana yang professional.

Harus diakui, awal berdirinya Arema tidak lepas dari peran besar Derek dengan Armada 86-nya. Nama Arema awalnya adalah Aremada-gabungan dari Armada dan Arema.
Namun nama itu tidak bisa langgeng.
Beberapa bulan kemudian diganti menjadi Arema`86.
Sayang, upaya Derek untuk mempertahankan klub Galatama Arema`86 banyak mengalami hambatan, bahkan tim yang diharapkan mampu berkiprah di kancah Galatama VIII itu mulai terseok-seok karena dihimpit kesulitan dana.

Dari sinilah, Acub Zaenal dan Lucky lantas mengambil alih dan berusaha menyelamatkan Arema`86 supaya tetap survive.
Setelah diambil alih, nama Arema`86 akhirnya diubah menjadi Arema dan ditetapkan pula berdirinya Arema Galatama pada 11 Agustus 1987 sesuai dengan akte notaris Pramu Haryono SH–almarhum–No 58.
“Penetapan tanggal 11 Agustus 1987 itu, seperti air mengalir begitu saja, tidak berdasar penetapan (pilihan) secara khusus,” ujar Ovan mengisahkan.

Hanya saja, kata Ovan, dari pendirian bulan Agustus itulah kemudian simbol Singo (Singa) muncul.
"Agustus itu kan Leo atau Singo (sesuai dengan horoscop),"imbuh Ovan.
Dari sinilah kemudian, Lucky dan, Ovan mulai mengotak-atik segala persiapan untuk mewujudkan obsesi berdirinya klub Galatama kebanggaan Malang.

PERJALANAN AREMA
PERJALANAN AREMA DI GALATAMA
Di awal keikut sertaan di Kompetisi Galatama Ovan Tobing dan Lucky Acub Zaenal mulai bekerja keras mengurus segala tetek-bengek mulai pemain, tempat penampungan (mess pemain), lapangan sampai kostum mulai diplaning.
Bahkan,gerilya mencari pemain yang dilakukan Ovan satu bulan sebelum Arema resmi didirikan.
Pemain-pemain seperti Maryanto (Persema), Jonathan (Satria Malang), Kusnadi Kamaludin (Armada), Mahdi Haris (Arseto), Jamrawi dan Yohanes Geohera (Mitra Surabaya), sampai kiper Dony Latuperisa yang kala itu tengah menjalani skorsing PSSI karena kasus suap, direkrut.
Pelatih sekualitas Sinyo Aliandoe, juga bergabung.


Hanya saja, masih ada kendala yakni menyangkut mess pemain.
Beruntung, Lanud Bandar Udara Abdul Rachman Saleh mau membantu dan menyediakan barak prajurit Paskhas TNI AU untuk tempat penampungan pemain.
Selain barak, lapangan Pagas Abd Saleh, juga dijadikan tempat berlatih.
Praktis Maryanto dkk ditampung di barak.
“TNI-AU memberikan andil yang besar pada Arema,” papar Ovan.

Sempat ada kendala, yakni masalah dana –masalah utama yang kelak terus membelit Arema.
“Kalau memang tidak ada alternatif lain, ya papimu Luk yang harus mendanai,” jelas Ovan saat mengantarnya ke Bandara Juanda.
Sepulang dari Jakarta, Acub Zaenal sepakat menjadi penyandang dana.

Prestasi klub Arema bisa dibilang seperti pasang surut, walaupun tak pernah menghuni papan bawah klasemen, hampir setiap musim kompetisi Galatama Arema F.C. tak pernah konstan di jajaran papan atas klasemen, namun demikian pada tahun 1992 Arema berhasil menjadi juara Galatama.
Dengan modal pemain-pemain handal seperti Aji Santoso, Mecky Tata, Singgih Pitono, Jamrawi dan eks pelatih PSSI M Basri,
Arema mampu mewujudkan mimpi masyarakat kota Malang menjadi juara kompetisi elit di Indonesia.

Perjalanan ARema DI LIgina (Liga Indonesia)
Sejak mengikuti Liga Indonesia, Arema F.C. tercatat sudah 7 kali masuk putaran kedua.
Sekali ke babak 12 besar (1996/97) dan enam kali masuk 8 besar( 1999/00, 2001, 2002, 2005, 2006,& 2007).
Walaupun berprestasi lumayan, tapi Arema tidak pernah lepas dari masalah dana.
Hampir setiap musim kompetisi masalah dana ini selalu menghantui sehingga tak heran hampir setiap musim manajemen klub selalu berganti.
Pada tahun 2003, Arema mengalami kesulitan keuangan parah yang berpengaruh pada prestasi tim.
Hal tersebut yang kemudian membuat Arema FC diakuisisi kepemilikannya oleh PT Bentoel Internasional Tbk pada pertengahan musim kompetisi 2003 meskipun pada akhirnya Arema terdegradasi ke Divisi I.
Sejak kepemilikan Arema dipegang oleh PT Bentoel Internasional Tbk, prestasi Arema semakin meningkat; 2004 juara Divisi I, 2005, dan 2006 juara Copa Indonesia, 2007 juara Piala Soeratin LRN U-18.
Pada tahun 2006 dan 2007 Arema dan Benny Dollo mendapatkan penghargaan dari Tabloid Bola sebagai tim terbaik dan Pelatih terbaik.

Perjalanan Arema Di Liga Super Indonesia
Kompetisi Liga Super Indonesia ke-1 2008-2009 Arema berada di urutan ke-10.
Dua bulan Setelah kompetisi usai tepatnya 3 Agustus 2009 di Hotel Santika Malang pemilik klub Arema, PT Bentoel Investama, Tbk melepas Arema ke kumpulan orang-orang peduli terhadap Arema (konsorsium).
Pelepasan Arema ini adalah dampak dari penjualan saham mayoritas PT Bentoel Investama, Tbk. ke British American Tobacco.
Sebelumnya ada wacana untuk menggabungkan Arema dengan Persema Malang menjadi satu, namun ditolak oleh Aremania.
Arema pada musim kompetisi 2009-10 yang ditukangi oleh Robert Rene Alberts meraih gelar Juara Liga Super Indonesia dan Runner-up Piala Indonesia.

Prestasi Yang Diraih ARema sampai Tahun 2010
* Piala GALATAMA
Runner up (1 kali ): tahun 1992
Juara (1 kali ): 1992/93
* Divisi Satu
Juara (1 kali ):tahun 2004
* Piala Indonesia
Juara (2 kali): 2005, 2006
Runner up (1 kali): 2010
Juara (1 kali): 2009/2010
* Piala Gubernur
Runner up (1 kali): 2008
* Piala Soeratin U-18
Juara (1 kali): 2007

Penghargaan
*Tabloid Bola Best Team Award (2 Kali): 2006, 2007

PARTISIPASI DALAM LIGA DI INDONESIA
Tahun 1987/88, urutan akhir diposisi 6 (14 tim)
Tahun 1988/89, urutan akhir diposisi 8 (18 tim), Top skorer Mecky Tata (18 Gol)
Tahun 1990, Urutan akhir diposisi 4 (18 tim)
Tahun 1991/92, urutan akhir diposisi 4 (20 tim), Top Skorer SInggih Pitono (21 Gol)
Tahun 1992/93, Juara 1 (17 Tim), top SKorer Singgih Pitono (16 Gol)
Tahun 1993/94, urutan 6 (Babak Penyisihan) 17 tim dibagi menjadi 2 grup

Liga Dunhill tahun 1994/95, berakhir dibabak penyisihan (urutan 6 dari 17 Tim)
Liga Dunhill tahun 1995/96, berakhir dibabak penyisihan (urutan 12 dari 16 Tim)
Liga Kansas tahun 1996/97, berakhir dibabak 12 Besar
Ligina tahun 1997/98, DIhentikan karena Kerusuhan
Ligina tahun 1998/99, Berakhir di babak Penyisihan (urutan 3 dari 6 tim)
Liga Bank Mandiri tahun 1999/00, Berakhir di babak 8 Besar
Liga Bank Mandiri tahun 2001, Berakhir di babak 8 Besar
Liga Bank Mandiri tahun 2002, Berakhir di babak 8 Besar
Liga Bank Mandiri tahun 2003, Berakhir di urutan 19 (22 tim) terdegradasi ke DIvisi 1
Liga PErtamina Divisi 1 tahun 2004, Juara 1 dan Masuk kembali ke liga Indonesia
Liga Djarum tahun 2005, Berakhir di babak 8 besar
Liga Djarum tahun 2006, Berakhir di babak 8 besar
Liga Djarum tahun 2007, Berakhir di babak 8 besar

Tahun 2008/09, Berakhir di urutan 10
Tahun 2009/10, Juara 1
Tahun 2010/11, .....?

Liga Champions ASIA
* Kejuaraan Klub Asia 1993–94 (tidak lolos ke babak 6 besar setelah kalah agregat 3-6 dari Thai Farmers Bank Thailand)
* Liga Champions AFC 2006 (dicoret karena PSSI lalai mendaftarkan peserta AFC Champions League)
* Liga Champions AFC 2007 (gagal lolos dari babak penyisihan karena hanya menempati urutan ke-3)
* Liga Champions AFC 2011

DAFTAR PELATIH AREMA
1. Sinyo Aliandoe , dari Indonesia, melatih dari tahun 1987 - 1989
2. Andi M Teguh (Alm.) , dari Indonesia, melatih dari tahun 1989 - 1992
3. M BAsri , dari Indonesia, melatih dari tahun 1992-1993, 2000
4. Gusnul Yakin , dari Indonesia, melatih dari tahun 1993-1994, 1995-1996,1997-1998, 2003, 2008-2009
5. Halilintar Gunawan , dari Indonesia, melatih dari tahun 1994 - 1995
6. Suharno , dari Indonesia, melatih dari tahun 1996 - 1997
7. Hamid Asnan (Alm.) , dari Indonesia, melatih dari tahun 1998
8. Winarto , dari Indonesia, melatih dari tahun 1998 - 1999
9. Daniel Rukito , dari Indonesia, melatih dari tahun 2001-2002
10. Terry Weton , dari Australia, melatih dari tahun 2003
11. Henk Wullems , dari Belanda, melatih dari tahun 2003
12. Benny Dollo , dari Indonesia, melatih dari tahun 2004-2006
13. Miroslav Janu , dari Ceko, melatih dari tahun 2006-2007
14. Bambang Nurdiansyah , dari Indonesia, melatih dari tahun 2008
15. Robert Rene ALberts , dari Belanda, melatih dari tahun 2009-2010
16. Miroslav Janu , dari Ceko, melatih dari tahun 2010 - ...?

Arema Malang Menempati Stadion Kanjuruhan Malang
Arema Mempunyai Julukan Singo Edan
Mempunyai Fanatik Suporter yaitu Aremania dan Aremanita (untuk suporter wanita)
Dalam menelusuri asal usul Aremania, maka ada dua kata yang perlu dicermati perbedaannya. Pertama adalah Arema dan kedua adalah Aremania.
Arema adalah nama yang selalu digunakan oleh organisasi, baik formal dan resmi maupun informal. Organisasi formal dan resmi seperti : “Arema” klub sepakbola yang saat ini sangat bagus dan solid yang ditatar oleh Benny Dollo dengan pemain-pemain yang bagus seperti Firman Utina, Putu Gede, Erol, Joao Carlos, Serge dan Hitta (yang suka jotos supportere dewe).
Sedangkan “Aremania” merupakan roh dari Arema-Arema yang ada. Dimana insan kota Malang yang memiliki persaudaraan yang bersifat “gotong-royong” disebut Arema-nia. Dalam aktivitas apapun (supporter bola, supporter pertunjukan musik, kegiatan amal dan lain-lain aktivitas), bila mengatas-namakan Arema pasti akan dilakukan secara “gotong-royong”. Mau berkorban secara material dari kantong pribadi untuk Arema-Arema yang ada. Itulah Arema-nia
Arema

Tahun 1976 sampai dengan 1978, anak muda kota Malang dilanda demam “geng” atau nama-nama kelompok. Nama-nama “geng” dipasang di tiang listrik dan spanduk yang dipasang diantara pohon-pohon di pinggir jalan, mulai dari Singosari – Blimbing – Lowokwaru – Malang kota – Kebalen – Kota Lama – Sukun – Kidul Dalem – Kawi – Dinoyo.
Nama-nama kelompok antara lain yang masih diingat ada : Higam, RAC, JC, Ermera, Waker, Satria, Birawa, Trisula, Tongsu, Arekar, Arema, Loko, Arka, Arkola, Jibril dan lain-lain.
Sejak tahun 1979, demam geng ini mulai redup. Namun nama Arema menjadi menarik banyak orang kota Malang karena simple dan mudah diingat. Disamping itu banyak kendaraan berupa truk dan angkot yang memasang sticker “Arema”.
Sebenarnya dengan bahasa “wali’an”, nama “kera ngalam” cukup popular. Namun karena terlalu panjang dengan dua kata, maka agak kurang pas dan kurang digunakan oleh insan kota Malang. Mereka lebih memilih “Arema”.
Kelompok yang awalnya menggunakan nama “Arema” banyak tersebar antara PoloWijen – Blimbing (masjid Sabilillah) – Glintung – Bantaran – Irama – Lowokwaru – Sarangan. Disamping itu Station Radio GL Glintung (saat ini sudah tutup) banyak mengudarakan nama Arema dalam siarannya.
Pada tahun yang sama juga muncul organisasi yang formal dan resmi seperti antara lain : Gajayana, Javanova. Gajayana lebih berfokus kepada cabang olah raga tinju. Sedangkan Javanova selain cabang tinju, juga berapa cabang olah raga lain seperti otomotif (gokart).
Belakangan barulah muncul organisasi sepakbola yang menggunakan nama “Arema”, dengan logo/ lambang “Singo Edan”. Beberapa tahun berkiprah langsung menggeser “Persema”. Klub bola inilah yang langsung melejitkan nama Arema ke pentas nasional dan regional (warga Indonesia di Malaysia dan Australia banyak juga yang menggunakan nama Arema).
Aremania

Aremania boleh dibilang saat ini merupakan roh bagi klub bola Arema.
Sebenarnya semua insan kota Malang yang memiliki persaudaraan yang bersifat “gotong-royong” untuk kepentingan masyarakat kota Malang itulah yang disebut Arema-nia. Dalam aktivitas apapun yaitu sebagai supporter bola, supporter pertunjukan musik, kegiatan amal dan lain-lain aktivitas, bila mengatas-namakan Arema pasti akan dilakukan secara “gotong-royong”. Disamping itu mau berkorban secara material dari kantong pribadi untuk kota Malang/ Arema. Itulah Arema-nia.
Pembuatan logo/ lambang ‘Singo Edan’ yang banyak terpampang di dinding-dinding rumah besar, dengan lukisan yang indah sebagian besar dibiayai sendiri oleh pelukisnya. Demikian juga patung-patung “singo edan” juga dibuat dengan biaya sendiri.
Komunitas Aremania ini, dari yang kecil sampai yang besar sangat terorganisir dengan rapi. Paling kecil Aremania tingkat RT, Aremania tingkat RW, Aremania tingkat Kelurahan, Aremania tingkat Kecamatan dan yang paling besar adalah Aremania tingkat Kota yaitu “Aremania”.
Masing-masing tingkatan Aremania ini ada yang mengorganisir secara otomatis berdasarkan kebersamaan, kecuali tingakatan Kota.
Demikian juga sumber keuangan dari Aremania tingkatan RT, RW dan Kelurahan berasal dari masing-masing individu Aremania. Prinsip kebersamaan dan gotong royong sangat kental dalam Aremania.
Prinsip tersebut diperkirakan akan melanggengkan keberadaan Aremania sebagai roh bagi klub-klub bernama Arema yang ada di kota Malang. Semoga.
Roh dari Aremania inilah yang melambungkan semangat dan kepercayaan klub bola Arema pada tahun 2005. Roh ini juga yang membawa Aremania mendatangi PSSI untuk menagih janji agar Arema bisa ikut laga champion.
Roh dari Aremania ini juga yang akhirnya membuat Persema (klub tua kota Malang) menjadi tanpa daya, karena ditinggalkan begitu saja oleh insan kota Malang
Arema memiliki pendukung fanatik yang menamakan dirinya Aremania. Suporter setia tim berjuluk Singo Edan ini dikenal dengan kreatifitas dan loyalitasnya dalam mendukung tim Arema ketika bertanding. Suporter yang pernah dinobatkan sebagai the best supprter di tahun 2000 ini kerap menyajikan atraksi-atraksi dan kreatifitas yang luar biasa di stadion, baik ketika laga kandang maupun tandang.
Kehadiran Aremania di stadion nuansa baru bagi sepakbola Indonesia, bahkan ada celetukan bahwa  tiket pertandingan dibeli tidak hanya  tidak hanya untuk menonton pertandingan tetapi juga membeli tiket untuk menonton Aremania yang berkreasi dengan memadukan gerakan serta  nyanyian yang dilakukan secara massal yang di pimpin oleh sang dirigen, Yuli Sumpil.
Ulah sportif dan kreatif yang digalang oleh Aremania ternyata membawa dampak positif bagi perkembangan kreatifitas suporter ditanah air, suporter klub lain tak segan untuk meniru bahkan berkreasi dengan caranya sendiri dalam mendukung klub kebanggaannya, hal tersebut sedikit banyak mengurangi keributan  yang kerap terjadi ketika timnya bertanding.
Kebersamaan Aremania tidak hanya ditunjukkan ketika berada di dalam stadion, di luar stadion pun mereka juga membuktikan makna Salam Satu Jiwa dengan terlibat pada kegiatan-kegiatan sosial yang bertujuan untuk meringankan beban salah satu rekannya yang terkena musibah atau kegiatan lainnya.